Tuesday, September 8, 2015

PERKEMBANGAN KOGNITIF BAYI SAMPAI REMAJA

 


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS  MATA KULIAH
Perkembangan Peserta Didik
yang dibimbing oleh Ibu Dra. Tri Murti, S.Pd


  
                                                                           Oleh:
Kelompok 7
            Anisa Dwi Elistiyaningsih                  (130151613977)
            Fajar Faturochman                              (130151613988)
            Mochamad Bakir                                (130151612101)
            Muhammad Muhtar Asngari               (130151613978)




BAB I
PENDAHULUAN 
1.1         Latar Belakang
Perkembangan merupakan suatu proses perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati. Salah satu dari proses perkembangan tersebut adalah perkembangan kognitif.
Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Dalam perkembangan kognitif peserta didik di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan yang bertanggung jawab dalam pengembangan kognitif peserta didik perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang perkembangan kognitif pada anak didiknya.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apakah pengertian perkembangan kognitif?
1.2.2        Bagaimana proses perkembangan kognitif peserta didik?
1.2.3        Bagaimanakah karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan tahap-tahapnya?
1.2.4        Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif?
1.3  Tujuan
1.3.1        Menjelaskan pengertian perkembangan kognitif.
1.3.2        Mengetahui proses perkembangan kognitif peserta didik.
1.3.3        Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan tahap-tahapnya.
1.3.4        Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Pengertian Perkembangan Kognitif
Sama halnya dengan sejumlah aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap menuju kesempurnaannya. Secara sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah (Desmita, 2009). Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan untuk menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu menjalankan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan sehari-hari.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya (Desmita,2009).
Menurut Myers (1996), “cognition refers to all the mental activities associated with thinking, knowing, and remembering.” Pengertian yang hampir senada juga diberikan Margaret W. Matlin (1994), yaitu: “cognition, or mental activity, involves the acquisition, storage, retrieval, and use of knowledge.” Dalam Dictionary of Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognisi adalah istilah umum yang mencakup segenap model pemahaman, yakni pesepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian, dan penalaran.” (Kuper & Kuper,2000) . kemudian dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin (2002), dijelaskan bahwa “kognisi adalah konsep umum yang menakup semua bentuk pengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai.
Teori perkembangan kognitif menurut Piaget, Perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar secara aktif di lingkungan sekolah.
Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky berbeda dengan Piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat.
Sejumlah ahli psikologi juga menggunakan istilah thinking atau pikiran ini untuk menunjuk pengertian yang sama dengan cognition (kognisi), yang mencakup berbagai aktivitas mental, seperti: penalaran, pemecahan masalah, pembentukan konsep-konsep, dan sebagainya. Dalam hal ini Myers (1996) menjelaskan bahwa,”thinking, or cognition, is the mental activity associated with processing, understanding and communicating information ... these mental activities, including the logical and sometimes illogical ways in wich we create concepts, slove problems, make decisions, and form judgements.” Atkinson, dkk., (1991) mengartikan berpikir sebagai “kemampuan membayangkan dan menggambarkan benda atau peristiwa dalam ingatan dan bertindak berdasarkan penggambaranini. Pemecahan masalah yang berdasarkan pikiran dibedakan dengan pemecahan masalah melalui manipulasi yang nyata.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan oleh psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah dan merencanakan masa depan atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu memperlajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.
2.2         Proses Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, terdapat beberapa alternatif proses perkembangan kognitif, diantaranya pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget, teori perkembangan kognitif Vygotsky, dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar psikologi pemrosesan informasi.
2.2.1        Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, dan 4) ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
a.         Kematangan
Kematangan sistem saraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
b.        Pengalaman
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
c.         Interaksi Sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.

d.        Ekuilibrasi
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri (ekuilibrasi), mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
Dalam pandangan Piaget, anak-anak secara aktif membangun dunia kognitif mereka dengan menggunakan skema untuk menjelaskan hal-hal yang mereka alami. Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Piaget (1952) mengatakan bahwa ada dua proses yang bertanggung jawab atas seseorang menggunakan dan mengadaptasi skema mereka:
1.        Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya.
2.        Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1.        Periode Sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Piaget menyebut perkembangan seismotorik sebagai periode pertama, yang berlangsung dari lahir sampai dengan umur dua tahun. Periode seismotorik dinamakan demikian adalah karena anak memahami lingkungannya dengan melalui penginderaan (sensori) dan melalui gerakan-gerakan (motorik). Misalnya anak akan mengerti/mengenal suatu benda denagn memahami bahwa tangannya dapat digerakkan ke mulut untuk diisap. Anak-anak terus-menerus berlatih kemampuan ini dan akhirnya menjadi kebiasaan.
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam simbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll.
Periode seismotorik dibagi lagi menjadi enam fase. Setiap fase perkembangan itu menampakkan kemampuan bertingkah yang berbeda. Berbagai kemampuan tingkah laku yang dikuasai tiap anak pada setiap fase perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:
a.         Umur satu bulan (fase pertama)
1)   Kemampuan berpikir reflek
2)   Kemampuan menggerak-gerakkan anggota badan walaupun belum terkoordinasi.
3)   Kemampuan untuk mengakomodasi dam mengasimilasikan berbagai kesan yang diterimanya dari lingkungannya.
b.        Umur 1-4 bulan (fase kedua)
Kemampuan memperluas skemata yang dimilikinya secara hereditas.
c.         Umur 4-8 bulan (fase ketiga)
Dipahaminya hubungan antara perlakuannya terhadap benda dengan akibat yang terjadi pada benda itu.
d.        Umur 8-12 bulan (fase keempat)
1)   Kemampuan memahami bahwa benda “tetap ada” walaupun utuk semantara menghilang, dan pada waktu yang akan datang dapat muncul kembali.
2)   Kemampuan melakukan berbagai macam percobaan (eksperimen).
3)   Kemampuan menentuka tujuan kegiatan tanpa tergantung kepada orang tua.
e.         Umur 12-18 bulan (fase kelima)
1)   Kemampuan untuk meniru.
2)   Kemampuan untuk melakukan berbagai eksperimen terhadap lingkunagn lebih lancar.
f.         Umur 18-24 bulan (fase keenam)
1)   Kemampuan untuk mengingat dan berpikir.
2)   Kemampuan untuk berpikir dengan mempergunakan simbol-simbol bahasa sederhana.
3)   Kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah sederhana, sesuai dengan tingkat perkembangannya.
4)   Kemampuan memahami diri sendiri dengan individu mulai berkembang.
2.     Periode Praoperasional (usia 2–7 tahun)
Periode perkembangan berpikir kedua yang penting meurut Piaget, disebut peroide praoperasional. Periode ini berlangsung antara umur dua sampai enam tahun. Penggunaan istilah operasi di sini dimaksudkan sebagai gambaran bahwa anak telah mempergunakan aktivitas mental dalam berpikir. Misalnya anak telah dapat mengkombinasikan dan mentransformasikan berbagai informasi. Anak telah mampu mengemukakan alasan-alasan dalam mengatakan ide-idenya, dan mengerti adanya hubungan sebab akibat dalam suatu peristiwa konkret, walaupun logika hubungan sebab akibat itu belum tepat. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkret daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula.
Suatu ciri khas perkembangan berpikir anak pada periode berpikir preoperasional adalah cara berpikir mereka yang egiosentris. Artinya anak menganggap benar apa yang dipikirkannya, walaupun apa yang dipikirkannya itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Tingkah laku anak yang sedang dalam berpikir egiosentris dapat dilihat dari tingkah laku-tigkah laku berikut, yaitu:
a.         Berpikir imaginatif
Anak yang berpikir imaginatif menganggap bahwa khayalan-khayalan sebagai suatu realita atau sesuatu yang benar-benar terjadi. Olah karena itu muncullah “dusta khayal”.
Perlu dipahami oleh para orang tua betapa pentingnya memberikan tanggapan positif terhadap anak dalam menyikapi tingkah laku dusta khayal anak itu. Orang tua hendaknya memberi kesempatan kepada anaknya untuk mengembangkan khayalan anaknya itu, yaitu dengan cara mendengarka cerita anak tentang khayalan-khayalannya
b.        Berbahasa egosentris
Anak yang sedang dalam berpikir egosentris hanya mampu berdialog dengan dirinya sendiri karena pikirannya tertuju pada dirinya sendiri. Anak belum mampu berdialog dengan orang lain. Berbahasa egosentris sering muncul pada anak umur 2-3,5 tahun. Anak-anak pada usia ini sering berbicara sendiri sewaktu bermain.
c.         Memiliki “aku” yang tinggi
Anak hanya memahami pikiran, perasaaan dirinya sendiri. Anak mulai menyadari dirinya lepas dari lingkungan, yang sebelumnya anak merasa bahwa dirinya satu dengan lingkungannya. Anak pada periode ini menuntut orang lain mengerti pikiranya., namun ia belum mamou mengerti pikiran dan perasaan orang lain. Karena kesadarannya bahwa dirinya adalah dirinya sendiri, maka anak sedang menguju keberadaan dirinya dengan cara melakukan pertentangan dengan orang lain. Anak ini cenderung tidak mau mengikuti aturan-aturan yang selama ini selalu dipatuhinya.
d.        Menampakkan dorongan ingin tahu yang tinggi
Dorongan ingin tahu yang tinggi, dapat diperlihatkan anak dalam tingkah laku bertanya yang banyak dan terus-menerus tentang suatu objek sampai ia merasa puas. Anak-anah umur antara dua sampai empat tahun cenderung mengemukakan pertanyaan dengan kaya “apa”. Pertanyaan ini menunjukkan keingina mereka untuk memperkaya pengetahuan mereka tentang segala sesuatu yayng ada di lingkungannya. Makin bertambah usia mereka, maka kualitas pertanyaan berkembang. Mereka manmpu mengemukakan pertanyaan yang lebih kompleks dangan menggunakan kata-kata “mengapa”, “bagaimana”’ dan “siapa”. Mereka ingin tahu lebih banyak tentang sangkut paut antara beberapa objek dan berbagai peristiwa yang meraka alami. Makin tinggi potensi intelektual dan makin berkembang kepribadian anak makin tinggi pula dorongan anak untuk bertanya.
e.         Perkembangan bahasa yang tepat
Menurut Owen, Froman, dan Moscow (1981), anak pada periode ini telah menguasai kata-kata antara 200-2000 kata. Bahasa yang banyak dan benar, sangat menunjang peningkatan perkembangan berpikir anak. Menciptakan situasi yang memungkankan anak berbahasa dengan baik dan benar, dapat membatu perkembangan bahasa anak.
3.        Periode Operasional Konkret (usia 7–11 tahun)
Periode perkembangan yang ketiga berlangsung ketika anak berusia antara enam atau tujuh tahun sampai dengan sebelas atau dua belas tahun. Periode ini terjadi pada saat anak dalam usia Sekolah Dasar. Dikatakan periode berpikr konkret, karena pada periode ini anak hanya mampu berpikir dengan logika jika untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang sifatnya konkret atau nyata saja, yaitu dengan cara mengamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pemecahan persoalan-persoalan itu. Demikian dalam memahami suatu konsep, anak sangat terikat pada proses mengalami sendiri, artinya anak mudah memahami konsep kalau pengertian konsep itu dapat diamati anak, atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan kosep itu. Oleh karena itu anak hanya mampu menyelesaikan masalah-masalah yang divisualkan, dan sangat sulit bagi anak untuk memahami masalah-masalah yang sifatnya verbal.
Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda benda konkret. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkret). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
4.        Periode Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
            Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwa berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
2.2.2        Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky
Seperti Piaget, Vygotsky menekankan bahwa anak-anak secara aktif menyusun pengetahuan mereka. Akan tetapi menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental memiliki koneksi-koneksi sosial. Vygotsky berpendapat bahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari percakapan dengan seorang penolong yang ahli.
1.        Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)
Zona Perkembangan Proksimal adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat dipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak yang terlatih. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Batas bawah dari ZPD adalah tingkat keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara mandiri. Batas atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak.
2.        Konsep Scaffolding
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding adalah istilah terkait perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak.Dialog adalah alat yang penting dalam ZPD. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan yang sistematis, logis, dan rasional.
2.2.3        Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Kontemporer
            Selama bertahun-tahun teori Piaget tentang perkembangan kognitif sangat disanjung dan dikenal secara luas. Gagasan-gagasan Piaget sangat menarik bagi banyak orang, sebab ia merupakan inti dari perkembangan. Beratus-ratus teori juga membuktikan bahwa mayoritas bayi berperilaku sebagaimana digambarkan Piaget.
          Akan tetapi belakangan ini muncul pemahaman baru tentang perkembangan kognitif bayi. Dengan menggunakan teknik-teknik eksperimental yang sangat maju, telah lahir sejumlah hasil penelitian baru tentang perkembangan kognitif bayi dan di antara hasil penelitian baru tersebut merekomendasikan agar teori perkembangan sensoris-motorik Piaget dimodifikasi secara mendasar.
            Menurut Santrock (1998), dewasa ini teori perkembangan sensoris-motorik Piaget telah disanggah dari dua sumber. Pertama, penelitian dalam bidang perkembangan persepsi bayi menunjukkan bahwa bayi telah membentuk suatu dunia persepsi yang stabil dan berbeda jauh lebih awal daripada yang dibayangkan oleh Piaget. Kedua, para peneliti baru-baru initelah menemukan bahwa memori dan bentuk-bentuk kegiatan simbolis lainnya terjadi pada semester kedua tahun pertama.
                 Pandangan-pandangan kontemporer tentang perkembangan kognitif ini kemudian juga mendapat sokongan yang penting dalam para psikologi pemrosesan informasi. Kalau Piaget meyakini bahwa perkembangan kognitif bayi baru tercapai pada pertengahan tahun kedua, maka para pakar psikologi pemrosesan informasi percaya bahwa perkembangan kognitif, seperti kemampuan dalam memberikan perhatian, menciptakan simbolisasi, meniru dan kemampuan konseptual, telah dimiliki bayi lebih awal.
2.3         Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Dalam buku karangan (Desmita, 2009) karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi dalam dua tahap yaitu tahap usia sekolah (SD) dan Remaja (SMP dan SMA).
2.3.1        Usia Sekolah (Sekolah Dasar)
Berdasarkan pada teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar masuk dalam tahap pemikiran kongkret-operasional, yaitu masa dimana aktivitas mental anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya. Menurut pieget, operasi adalah hubungan-hubungan logis di antara konsep-konsep atau skema-skema. Sedangkan opersi kongkret adalahaktifitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau kongkreat dapat di ukur. Desmita (2009:104).
Artinya anak usia sekolah dasar sudah memiliki kemampuan untuk berpikir melalui urutan sebab akibat dan mulai mengenali berbagai cara pemecahan permasalahan yang dihadapinya. Anak usia ini juga dapat mempertimbangkan secara logis hasil dari sebuah kondisi atau situasi serta tahu beberapa aturan atau strategi berpikir, seperti penjumlahan, pengurangan penggandaan, mengurutkan sesuatu secara berseri dan mampu memahami operasi dalam sejumlah konsep, seperti 5 x 6 = 30 dan 30 : 6 = 5 (Jhonson & Medinnus, 1974).
Dalam buku Psikologi Perkembangan Peserta Didik karangan Desmita (2009:104) menurut Piaget, anak-anak pada masa kongkret operasional (masa sekolah SD) ini telah mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungan dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak (Jhonson & Medinnus, 1974). Hal ini adalah karena pada masa ini anak telah mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan operasi-operasi: negasi, resiprokasi, dan identitas.
a.        Negasi (negation)
Pada masa pra-opersional anak hanya melihat keadaan permulaan dan akhir dari deretan benda, dengan kata lain mereka hanya mengetahui permulaan dan akhirnya saja tetapi belum memahami alur tengahnya. Tetapi pada masa kongkret opersional, anak memahami proses apa yang terjadi diantara kegiatan itu dan memahami hubungan-hubungan antara keduanya.

b.        Hubungan timbal balik (resiprokasi)
Ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui bahwa deretan benda-benda bertambah panjang, tetapi tidak rapat lagi dibandingkan dengan deretan lain. Karena anak mengetahui hubungan timbal balik antara panjang dan kurang rapat atau sebaliknya kurang panjang tetapi lebih rapat, maka anak tahu pula bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua deretan itu sama. Desmita (2009:105). Sehingga dalam masa ini anak mulai mengerti tentang hubungan timbal balik.
c.         Identitas
Pada usia sekolah (SD) anak sudah mengetahui berbagai benda  yang berada dalam suatu deretan, bisa menghitung, sehingga meskipun susunan dalam deret di pindah, anak tetap mengetahui jumlahnya sama. (Gunaris, 1990) dalam (Desmita,2009). Jadi, anak pada usia sekolah (masa Konkrit operasional) dapat mengetahui identitas berbagai benda dan mulai memahami akan susunan dan urutan tertentu.

2.3.2        Remaja (SMP dan SMA)
Kemampuan anak pada usia remaja sudah semakin berkembang hingga memasuki tahap pemikiran operasional formal. Yaitu suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 dan 12 tahun dan terus berlanjut sampai usia remaja  sampai masa dewasa (Lerner & Hustlsch, 1983) dalam (Desmita, 2009). Pada masa remaja, anak sudah mampu berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang sudah tersedia.
Anak sudah mampu berpikir secara abstrak dan hipotesis, sehingga ia mampu berpikir apa yang terjadi atau apa yang akan terjadi. Mereka sudah mampu berpikir masa akan datang dan mampu menggunakan simbol untuk sesuatu benda yang belum diketahui.
Masa remaja adalah suatu periode kehidupan di mana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya (Mussen,Conger dan Kagan, 1969). Hal ini karena selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf yang berfungsi memproses informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu, pada masa remaja ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf  prontal lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral).
2.4         Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual individu ini terjadi perbedaan pendapat di antara para penganut psikologi. Kelompok psikometrika radikal berpendapat bahwa perkembangan intelektual individu sekitar 90% ditentukan oleh faktor hereditas dan pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya pendidikan hanya memberikan kontribusi sekitar 10% saja. Kelompok ini memberikan bukti bahwa individu yang memiliki hereditas intelektual unggul, pengembangannya sangat mudah meskipun dengan intervensi lingkungan yang tidak maksimal. Adapun individu yang hereditas intelektual rendah seringkali intervensi lingkungan sulit dilakukan meskipun sudah secara maksimal.
Sebalinya, kelompok penganut pedagogis radikal amat yakin bahwa intervensi lingkungan, termasuk pendidikanjustru memberikan andil sekitar 80-85%, sedangkan hereditas hanya memberikan kontribusi 15-20% terhadap perkembangan individu. Syaratnya adalah memberikan kesempatan rentang waktu yang cukup bagi individu untuk mengembangkan intelektualnya secara maksimal.
Tanpa mempertentangkan kedua kelompok radikal itu, perkembangan intelektual sebenarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya tidak terpisah secara sendiri-sendiri melainkan seringkali merupakan  resultan dari interaksi keduanya.
Untuk mencari titik temu perbedaan yang menyolok di antara pandangan tersebut, maka para ahli kemudian memadukan keduanya, sehingga terjadilah interaksi. Perpaduan antara faktor genetis maupun faktor lingkungan menyatakan bahwa perkembangan seseorang tidak akan maksimal kalau hanya mengandalkan salh satu faktor pengaruh saja. Karena itu, keduanya harus dipersatukan demi mengupayakan maksimalisasi perkembangan seseorang. Dengan demikian, faktor genetis harus ditopang dengan faktor lingkungan atau sebaliknya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut :
1.        Faktor Hereditas/Keturunan
          Teori hereditas atau nativisme pertama kali dipelopori oleh seorang ahli filsafat. Dia berpendapat bahwa manusia lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi lingkungan. Berdasarkan teorinya, taraf intelegensi sudah ditentukan sejak anak dilahirkan. Secara potensialanak telah membawa kemungkinan apakah akan menjadi kemampuan berpikir setaraf normal, di atas normal, atau di bawah normal. Namun potensi ini tidak akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak.
2.        Faktor Lingkungan
       Lingkungan memiliki peran besar bagi perubahan yang positif atau negatif pada individu. Hal ini tergantung bagaimana karakteristik lingkungan itu sendiri. Lingkungan yang baik tentu membawa pengaruh positif bagi individu, sebaliknya lingkungan yang kurang baik, rusak, buruk cenderung memperburuk perkembangan individu. Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh Jhon Locke. Dia berpendapat bahwa manusia dilahirkan sebenarnya suci atau tabularasa. Menurut pendapatnya, perkembangan manusia sangatlah ditentukan oleh lingkungannya. Berdasarkan pendapat Jhon Locke tersebut perkembangan taraf intelegensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
       Ada dua unsur lingkungan yang sangat penting peranannya dalam mempengaruhi perkembangan intelek anak, yaitu keluarga dan sekolah.
a.         Keluarga
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman pada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehinggan anak memiliki informasi yang sangat banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Cara-cara yang digunakan misalnya memberikan kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak.

b.      Sekolah
Sekolah adalah lembanga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkankan perkembangan anak. Dalam hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa perkembangan intelektual anak terletak ditangannya. Beberapa cara di antaranya adalah sebagai berikut.
ü  Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik. Dengan hubungan yang akrab tersebut, secara psikologis peserta didik akan merasa aman sehingga segala masalah yang dialaminya secara bebas dapat dikonsultasikan dengan mereka.
ü  Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang ahli dan berpengalaman dalam bidang ilmu pengetahuan, sangan menunjang perkembangan intelektual anak.
ü  Menjaga dan meningkatkan pertumbunhan fisik anak, baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berpikir peserta didik.
ü  Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik berpendapat atau mengemukakan ide-idenya. Hal ini sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan intelektual peserta didik.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kognitif merupakan aspek penting dari perkembangan peserta didik. Terutama yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran dan sangat menentukan keberhasilan mereka disekolah. Kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran. Dalam prosesnya, seorang anak memasuki  beberapa tahap perkembangan kognitif untuk mencapai kemampuan yang optimal. Perkembangan dari masing-masing tahap tersebut merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Jadi, semakin bertambahnya usia seorang anak maka normalnya kemampuan kognitifnya juga akan meningkat.

DAFTAR RUJUKAN
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Tarman. 2013. Karakteristik Perkembangan Kognitif. (Online), (http://tarman-revolusimahasiswa.blogspot.com/2013/02/karakteristik-perkembangan-kognitif.html), diakses tanggal 09 September 2013
Utami, Sri. 2012. Teori Perkembangan Vygotsky. (Online), (http://utamitamii.blogspot.com/2012/04/teori-perkembangan-kognitif-vygotsky.html), diakses tanggal 07 September 2013




No comments:

Post a Comment